Gaya Bahasa Berbentuk Metafora Konseptual dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari
Abstract
Penelitian ini bertujuan membahas klasifikasi domain sumber pada pembentukan metafora konseptual dan menjelaskan berbagai fungsinya terhadap narasi cerita maupun pembaca. Sumber data penelitian adalah novel Garis Waktu (2016) karya Fiersa Besari. Data penelitian ialah kalimat yang mengandung pembentukan metafora konseptual. Pendekatan penelitian menggunakan deskriptif kualitatif dengan pemerolehan data melalui relevances sampling. Pendekatan teori menggunakan penentuan klasifikasi domain sumber metafora konseptual dan strukturalisme kesusastraan. Metode analisis menggunakan metode analisis isi, introspektif, dan padan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan metafora konseptual oleh seorang penulis dalam karyanya memiliki berbagai fungsi. Berbagai fungsi pembentukan metafora konseptual yang dijumpai ialah memberikan nilai filosofis, menampilkan estetika berbahasa, memperkuat dan memperdalam makna yang terkandung, memperluas konsep makna, menghindari kebosanan dan kejenuhan pada diksi, memberikan gambaran fisik terhadap entitas abstrak, memberikan makna yang tersirat, menyederhanakan istilah terhadap konsep yang kompleks, serta memperjelas unsur ekspresif perasaan tokoh. Konsep makna yang merujuk pada pengklasifikasian domain sumber ditemukan sebanyak 14 klasifikasi. [Figurative Language in the Form of Conceptual Metaphor in Fiersa Besaris Novel of Garis Waktu] The research aims to discuss the classifications of source domains in the construction of conceptual metaphor and describe their functions for the story narrations and readers. The researchs data are sentences that have the construction of conceptual metaphors. The approach of the research was descriptive qualitative and relevance sampling was the data collection method. The theoretical approach used was the source domain classifications and structuralism. Data were analysed with content analysis, identity method, and introspective method. The result of the study showed that the constructions of conceptual metaphor by a writer in their content of story have many functions. The functions of conceptual metaphor formations include providing the philosophical value, showing the aesthetic of language, strengthening meaning, expanding the meaning concept, avoiding the boredom of diction, giving the physical perception of an abstract entity, giving hidden meaning, simplifying expressions of complex meaning, and showing the emotion of the characters feeling. The perspective of concept as the comparison in the conceptual metaphor could be understood as a source domain. There were 14 classifications of source domain found in the novel of Garis Waktu. Keywords: conceptual metaphor; source domain; classifications of source domain
Discover the world's research
- 20+ million members
- 135+ million publications
- 700k+ research projects
Join for free
Content may be subject to copyright.
Atavisme, 23 (1), 20 20, 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 117
GAYA BAHASA BERBENTUK METAFORA KONSEPTUAL DALAM
NOVEL GARIS WAKTU KARYA FIERSA BESARI
Figurative Language in the Form of Conceptual Metaphor in Fiersa Besari's
Novel of Garis Waktu
Buyung Ardiansyah a,* , Dwi Purnanto b, Agus Hari Wibowoc
a*,b,cProdi Linguistik Deskriptif, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Jalan Ir. Sutami . No. 36A,
Jebres, Surakarta, Indonesia, Telepon (0271) 632450, Pos-el: buyung1923@gmail.com
(Naskah Diterima Tanggal 12 April 2020 — Direvisi Akhir Tanggal 8 Mei 2020 — Disetujui Tanggal 27 Mei 2020)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan membahas klasifikasi domain sumber pada pembentukan meta-
fora konseptual dan menjelaskan berbagai fungsinya terhadap narasi cerita maupun pembaca.
Sumber data penelitian adalah novel Garis Waktu (2016 ) karya Fiersa Besari. Data penelitian
ialah kalimat yang mengandung pembentukan metafora konseptual. Pendekatan penelitian
menggunakan deskriptif kualitatif dengan pemerolehan data melalui relevances sampling.
Pendekatan teori menggunakan penentuan klasifikasi domain sumber metafora konseptual dan
strukturalisme kesusastraan. Metode analisis menggunakan metode analisis isi, introspektif, dan
padan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan metafora konseptual oleh seorang
penulis dalam karyanya memiliki berbagai fungsi. Berbagai fungsi pembentukan metafora
konseptual yang dijumpai ialah memberikan nilai filosofis, menampilkan estetika berbahasa, mem-
perkuat dan memperdalam makna yang terkandung, memperluas konsep makna, menghindari ke-
bosanan dan kejenuhan pada diksi, memberikan gambaran fisik terhadap entitas abstrak, membe-
rikan makna yang tersirat, menyederhanakan istilah terhadap konsep yang kompleks, serta
memperjelas unsur ekspresif perasaan tokoh. Konsep makna yang merujuk pada pengklasifikasian
domain sumber ditemukan sebanyak 14 klasifikasi.
Kata kunci: metafora konseptual; domain sumber; klasifikasi domain sumber
Abstract: The research aims to discuss the classifications of source domains in the construction of
conceptual metaphor and describe their functions for the story narrations and readers. The
research's data are sentences that have the construction of conceptual metaphors. The approach of
the research was descriptive qualitative and relevance sampling was the data collection method.
The theoretical approach used was the source domain classifications and structuralism. Data were
analysed with content analysis, identity method, and introspective method. The result of the study
showed that the constructions of conceptual metaphor by a writer in their content of story have
many functions. The functions of conceptual metaphor formations include providing the
philosophical value, showing the aesthetic of language, strengthening meaning, expanding the
meaning concept, avoiding the boredom of diction, giving the physical perception of an abstract
entity, giving hidden meaning, simplifying expressions of complex meaning, and showing the
emotion of the character's feeling. The perspective of concept as the comparison in the conceptual
metaphor could be understood as a source domain. There were 14 classifications of source domain
found in the novel of Garis Waktu.
Keywords: conceptual metaphor; source domain; classifications of source domain
How to Cite: Ardiansyah, B. , Purnanto, D., Wibowo, A.H . (20 20). Gaya Bahasa Berbentuk Metafora Konseptual dalam
Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari. Atavisme, 23 (1), 117-133 (doi: 10.24257/atavisme.v23i1.629.(117-133)
Permalink/DOI: http://doi.org/10.24257/atavisme.v23i1.629.117-133
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
118 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
PENDAHULUAN
Karya sastra dilahirkan sebagai respon
dan refleksi atas berbagai persoalan
yang ada di masyarakat. Karya sastra ju-
ga merupakan respon dan refleksi kehi-
dupan penulisnya sendiri (Sungkowati,
2016: 61). Segala ekspresi dalam karya
sastra, meskipun imajinatif, dapat dia-
sumsikan sebagai pencerminan atau re-
fleksi kehidupan manusia (Fajrin R,
2012: 418). Hal tersebut menunjukkan
bahwa ekspresi yang digunakan oleh ti-
ap penulis dalam gaya bahasa dan ma-
teri penulisannya mengandung unsur-
unsur yang dapat direfleksikan pada du-
nia nyata. Terkhusus pada novel, tidak
asing ditemui novel-novel yang dikem-
bangkan dari sebuah kisah nyata. Setiap
pembaca dalam keadaan tertentu cende-
rung merefleksikan materi cerita pada
novel dengan kehidupannya sendiri.
Terdapat peran gaya bahasa yang
kental dalam setiap karya sastra. Karya
sastra tanpa pengaplikasian gaya bahasa,
tampaknya pantas diibaratkan sayur
tanpa garam. Sangat banyak pembentuk-
an gaya bahasa, pembentukan yang se-
ring dijumpai ialah metafora, hiperbola,
ironi, sinekdoke, metonimia, dan idiom.
Penggunaan tiap gaya bahasa tersebut
ditujukan sebagai aspek pemerolehan
makna kalimat maupun wacana dari
perspektif yang berbeda. Selain itu,
memberi stimulus terhadap ambiguitas
dalam teks sehingga maknanya cende-
rung dipetakan oleh pembaca dan tidak
dipaparkan dengan sangat jelas oleh
penulis. Semakin asing gaya bahasa yang
dijumpai, kecenderungannya semakin
kuat pula ketertarikan pembaca untuk
menggali maknanya.
Fiersa Besari (2016) menulis se bu-
ah novel yang diberi judul Garis Waktu .
Gaya penulisan Fiersa Besari berbeda
dari penulis-peniulis kontemporer lain-
nya yang termasuk kategori bebas de-
ngan didominasi alih kode dan campur
kode. Fiersa Besari masih terkesan
menggunakan gaya penulisan baku dan
formal. Hal itu justru memicu penggu-
naan metafora yang lebih dominan, ka-
rena pembentukan metafora yang me-
ngandung bahasa asing dan bahasa
Indonesia tidak baku (slang language) ti-
dak dapat diproyeksi sebagai data dalam
perwujudan karakteristik pembentukan
metafora konseptual bahasa Indonesia.
Gaya penulisan Fiersa Besari dalam bu-
ku Garis Waktu (2016) didominasi gaya
bahasa berbentuk metafora dibanding-
kan gaya bahasa lainnya, namun pada
penelitian ini hanya difokuskan pada
pembentukan metafora konseptual.
Metafora merupakan gaya bahasa
yang unik dengan memahami suatu en-
titas sebagai domain target dalam istilah
entitas lain sebagai domain sumber.
Pembentukan metafora tanpa disadari
oleh mayoritas pengguna bahasa juga sa -
ngat akrab dalam kehidupan sehari-hari.
Sebut saja "kursi", kata sederhana yang
lazimnya terjumpai tersebut, dalam pe-
mahaman semantik dapat menyajikan
pembentukan metafora. Frasa sederha-
na yang dapat dibentuk ialah seperti
"kaki kursi ", berbeda dengan sandaran
kursi, kursi pantai, kursi goyang dan
lainnya yang menunjukkan peran hu-
bungan asosiatif yang menunjukkan
"sandaran", "pantai" dan "goyang" memi-
liki peran sebagai aspek penjelas dari ka-
ta utama yakni kursi. "Kaki" pada pem-
bentukan metafora tersebut memiliki
peran sebagai pembanding selain juga
sebagai penjelas.
Dalam menandai pembentukan me-
tafora dari frasa penjelas maupun kata
majemuk ialah dengan melihat peran se-
mantis kata sandingannya. "Sandaran
kursi" merupakan bagian kursi yang di-
gunakan sebagai sandaran, "kursi pan-
tai" merupakan kursi yang sering dijum-
pai dan digunakan oleh orang-orang di
pantai dan seterusnya. Dalam kasus
"kaki kursi" tidak dapat dimaknai kursi
yang memiliki kaki, pengertian terdekat
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 119
dan relevan ialah bagian kursi yang
memiliki fungsi yang sama sebagaimana
kaki pada manusia atau binatang. Per-
bandingan yang digunakan yakni berupa
kaki makhluk hidup inilah yang dimak-
sud sebagai domain sumber yang ber-
fungsi sebagai domain pembanding. Be-
berapa fungsi penggunaan metafora
ialah mengkonkretkan sesuatu yang ab-
strak, memperindah bahasa, memperka-
ya makna, menyengatkan arti, dan seba-
gainya (Ulya, et al, 2016: 208).
Kövecses (2010) menjelaskan bah-
wasanya terdapat karakteristik utama
dari metafora konseptual yaitu domain
target selalu lebih abstrak dari domain
sumber. Kasus yang sering dijumpai yak-
ni " kepala depertemen ", kepala cende-
rung lebih kongkret dari departemen,
jendela pemikiran (jendela lebih konkret
dari pemikiran), dan badai cobaan (ba-
dai lebih konkret dari cobaan). Karena
merupakan gaya bahasa, beberapa meta-
fora dalam pemerolehan maknanya per-
lu analisis yang akurat, khususnya dalam
kasus-kasus metafora konseptual. Secara
langsung dimaknai bahwa pembentukan
metafora yang domain targetnya meru-
pakan entitas konkret, seperti "kursi"
tersebut tidak diambil sebagai data pada
penelitian ini, karena metafora tersebut
lebih condong merupakan ranah kajian
metafora mati. Metafora mati berbeda
dengan metafora konseptual. Metafora
mati secara semantis maknanya dapat
dipetakan dengan akurat karena meru-
pakan bahasa sehari-hari dan sering
dijumpai dalam bahasa masyarakat. Se-
lain itu, metafora mati secara umum
dapat dijumpai pengertiannya di dalam
kamus.
Pembentukan metafora konseptual
tidak hanya dijumpai dalam bentuk frasa
seperti kepala departemen, samudera
cinta dan seterusnya. Metafora konsep-
tual secara metaforis juga sering dijum-
pai dalam bentuk klausa. Dalam kategori
klausa, atribut verba yang diberikan
memegang peranan penting. Contoh
pembentukan yang tidak asing ditemui
ialah membangun impian, menanamkan
semangat, mengobati kerinduan dan se-
terusnya. Patrianto (2016) mengisya-
ratkan bahwa metafora mampu membe-
rikan variasi makna dari sebuah ekspresi
tertentu. Secara khusus, hal tersebut ter-
letak pada pembentukan metafora yang
mengandung unsur verba dan adjektiva.
Dalam memetakan makna metafora
konseptual, setiap kata memegang pe-
ranan penting. Sebagai contoh "kenang-
an yang runtuh", "runtuh" mengindikasi-
kan bangunan. Karena dipahami sela-
yaknya bangunan yang runtuh, kenang-
an dapat dipetakan bahwasanya ia di -
bandingkan dengan salah satu klasifikasi
domain sumber, yakni bangunan dan
konstruksi. Dalam kasus-kasus lain,
metafora konseptual terkesan pada do-
main sumbernya yang sangat beragam,
seperti setumpuk harapan, harapan yang
digali, dan menyimpan harapan. Domain
sumbernya tidaklah dapat dipetakan de-
ngan baik karena benda yang dapat "di-
tumpuk", "digali" maupun "disimpan"
sangatlah umum dan beragam. Berbeda
dengan "memupuk harapan", harapan
dibandingkan layaknya tanaman yang
diberi pupuk. Karena merupakan tanam-
an, maka kalsifikasi domain sumbernya
termasuk klasifikasi domain target tum-
buhan. Perlu dipahami bahwasanya ta-
naman, pohon, padi, dan seterusnya da-
lam kasus ini berperan sebagai domain
sumber yang merupakan pembanding
dari domain targetnya sebagai entitas
yang dibandingkan yaitu harapan.
Lebih luas lagi, terdapat beberapa
pembentukan metafora yang tidak ter-
masuk dalam klasifikasi domain sumber
oleh Kövecses (2010), seperti "episode
hidup, buku kehidupan, dan tali perni-
kahan". Oleh karena itu, Kövecses mema-
parkan bahwasanya pembentukan klasi-
fikasi domain sumber yang ia berikan
tidaklah mencakup seluruh klasifikasi
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
120 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
domain sumber, penelitian-penelitian
lain sebagai penunjang diperlukan guna
memetakan klasifikasi domain sumber
lainnya, khususnya dalam pengklasifika-
sian domain sumber pada bahasa lain
(selain bahasa Inggris). Penelitian ini
hadir guna mengkaji pengklasifikasian
domain sumber pada pembentukan
metafora konseptual bahasa Indonesia.
Pada karakteristik pembentukan meta-
fora bahasa Indonesia sebagaimana con-
toh tersebut. Pada kasus seperti "tali per-
nikahan", "memutus silahturahmi", "be-
nang persahabatan" termasuk klasifikasi
domain sumber tali dan ikatan. Klasifi-
kasi domain sumber " ikatan" tidak dapat
diistilahkan karena bersifat semi-absrak,
sedangkan "tali" mewakili rantai, be-
nang, tambang, dan sejenisnya yang se-
nantiasa digunakan untuk mengikat
sebagai entitas konkret. Sehingga pene-
liti menentukan klasifikasi domain sum-
bernya ialah tali dan ikatan. Lebih lanjut
akan dijelaskan sesuai data dan hasil
penelitian ini.
Berikut beberapa penelitian sebe-
lumnya yang telah mengkaji mengenai
metafora konseptual. Agus (2013) meng-
kaji mengenai metafora konseptual yang
termasuk sebagai emosi. Hasil penelitian
menunjukkan pembentukan metafora
yang disusun berdasarkan nomina yang
mengungkapkan emosi ialah kebahagia-
an, kesedihan, kemarahan dan rasa cinta.
Dalam sudut pandang teori metafora
konseptual oleh Kövecses (2010), emosi
merupakan klasifikasi domain target, se-
dangkan pada penelitian ini, ranah kaji-
annya ialah pada domain sumber (pem-
banding), bukan pada domain target (en-
titas yang dibandingkan).
Wiradharma dan Tharik WS (2016)
mengkaji mengenai entitas pembanding
pada pembentukan metafora dalam lirik
lagu. Hasil penelitian menunjukkan bah-
wasanya terdapat berbagai perbanding-
an yang ditemukan sebagai pembanding
yakni angka, buah, hewan, panca indra,
keadaan, dan tempat. Dalam pemaham-
an teori metafora konseptual oleh
Kövecses (2010), cenderung hanya enti-
tas konkret yang dapat diambil sebagai
pembanding sehingga domain sumber
berupa "angka" dan "keadaan" tidak
akan dijumpai pada pembentukan meta-
fora pada data penelitian ini, setelah me-
lewati teknik judgment pada saat penen-
tuan data akhir. "Hewan " yang merupa-
kan hasil penelitian tersebut akan digo-
longkan ke dalam klasifikasi domain tar-
get binatang, sedangkan "tempat " dapat
diambil sebagai rujukan pada penelitian
ini.
Khusus untuk "panca indra ", pada
penelitian ini dilebur menjadi klasifikasi
domain sumber dari masing-masing
pancaindra tersebut karena karakteris-
tiknya beroperasi pada kesepadanan
konsep. Contohnya "mendengar logika",
pembentukan metaforanya ialah meng-
asumsikan logika yang merupakan enti-
tas abstrak selayaknya suara yang dapat
didengar. Suara merupakan klasifikasi
domain target baru yang ditentukan me-
lingkupi musik, lagu dan sejenisnya yang
mengandung unsur suara, sedangkan
pembentukan metafora yang mengan-
dung fungsi pancaindra pengecap se-
perti "mengecap sejarah" . Klasifikasi do-
main sumbernya bukanlah indra penge-
cap, melainkan entitas konkret berupa
makanan dan masakan yang umumnya
dikecap. Begitu pula pancaindra lainnya
cenderung tidak dapat dipetakan karena
persoalan ini berkaitan dengan pondasi
dasar penelitian ini. Data penelitian ialah
nomina abstrak dan konkret. Nomina
abstrak sebagai domain target dipahami
sebagai nomina yang merujuk kepada
entitas yang tidak dapat dirasakan pan-
caindra. Di sisi lain, nomina konkret se-
bagai domain sumber merupakan
nomina yang merujuk kepada entitas
yang dapat ditangkap pancaindra.
Haula dan Nur (2019) mengkaji
konseptualisasi metafora dalam teks
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 121
pada surat kabar. Hasil penelitian me-
nunjukkan bahwa penggunaan metafora
seringkali diasosiasikan dengan alam se-
perti karam, tumbang, sapuan badai,
berladang dan bertiup. Gambaran citra
konsep yang ditemukan ialah berupa
keadaan (existence). Utorowati dan
Sukristanto (2016) mengkaji jenis dan
fungsi metafora dalam novel. Hasil pene-
litiannya menunjukkan bahwa terdapat
sembilan jenis unsur citra metafora yang
ditemukan, yakni keadaan, kosmos,
energi, substansi, terestrial, objek, kehi-
dupan, bernyawa, dan manusia.
Untuk menjelaskan kedua peneliti-
an tersebut, perlu terlebih dahulu di-
amati pendekatan teorinya. Haula dan
Nur (2019) menggunakan teori metafo-
ra oleh Cruce dan Croft (2004), sedang-
kan Utorowati dan Sukristanto (2016)
mengaplikasikan pendekatan teori oleh
Kempson dan Wahab (1995). Berikut
adalah hal yang perlu disimak: Cruce dan
Croft maupun Kempson dan Wahab
menga daptasi dan mengembangkan
pendekatan teori metafora oleh Haley
(1980). Kesembilan unsur citra pada
penelitian Utorowati dan Sukristanto
(2016) tersebut mengakar pada teori
Haley. Untuk memahami kategori jenis
pembentukan metafora oleh Haley , perlu
dicermati perspektif dari unsur citra dan
unsur topik. Unsur citra merupakan
konsep dari pembanding pada metafora,
sedangkan unsur topik merupakan kon-
sep dari domain yang dibandingkan.
Kedua hal tersebut beroperasi pada
perbandingan dalam dua pihak yang
berbeda sehingga suatu bentuk metafora
dimungkinkan memiliki unsur topik saja,
unsur citra saja, maupun memiliki kedua
unsur tersebut.
Bila diamati lebih lanjut, kategori
dan jenis metafora oleh Haley memiliki
batasan dan cakupan teori yang berbeda
dengan metafora konseptual menurut
Kövecses (2010) yang dikembangkan
dari pendekatan teori metafora
konseptual oleh Lakoff dan Johnson
(2003). Untuk memahami kedua per-
spektif dalam pemahaman metafora ini,
dibutuhkan penelitian berbentuk diser-
tasi. Tidak etis rasanya sebuah disertasi
dirangkum dalam satu atau dua paragraf
karena terbatasnya ruang.
Peneliti berusaha mengambil persa-
maan secara garis besar terhadap per-
masalahan ini. Dari sudut pandang no-
mina konkret, "keadaan" dan "energi"
tidak dapat diambil sebagai klasifikasi
domain sumber. "Substansi, terestrial,
objek, kehidupan, dan manusia " terma-
suk ke dalam klasifikasi oleh Kövecses
(2010), namun dengan pemahaman
yang sedikit berbeda. Hal ini dipicu pers-
pektif berbeda dari kedua ahli tersebut
dalam memandang setiap pembentukan
metafora pada corpus dan sudah barang
tentu setiap ahli memliki sudut pandang,
batasan, ranah, dan cakupannya tersen-
diri. Sudut pandang yang digunakan
pada penelitian ini ialah sudut pandang
Kövecses (2010) sehingga "kehidupan
dan bernyawa" dalam peneltian ini me-
rupakan satu paket yang termasuk kla-
sifikasi domain target kehidupan dan
kematian. Terkhusus kosmos, dapat di-
ambil sebagai rujukan klasifikasi domain
sumber pada penelitian ini.
Bagian yang sangat unik dari peng-
gunaan gaya bahasa berbentuk metafora
ialah bagaimana penulis atau penutur
menyatakan sesuatu dengan berbeda,
namun mengacu kepada makna yang
relatif sama. Dalam contoh kasus pema-
hamannya akan lebih tampak, seperti
"episode kehidupan ", makna yang sama
dapat dihasilkan dengan gaya bahasa
berbeda, yaitu "kehidupan bagaikan bu-
ku yang memiliki bab-bab", ataupun
"fase kehidupan". Selain itu, dapat juga
dinyatakan "lantai demi lantai bangunan
kehidupan" . Seluruh pembentukan me-
tafora tersebut mengacu pada makna
yang sama, yaitu kehidupan memiliki
tahapan-tahapan yang harus dilalui.
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
122 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
Mengapa gaya bahasa tersebut me-
miliki makna yang relatif sama, meski-
pun gaya bahasanya berbeda? Hal terse-
but dalam pemahaman semantik kog-
nitif dipahami sebagai kesepadanan kon-
sep. Setiap contoh pembentukan meta-
fora tersebut memiliki konsep sepadan
yang menunjukkan bahwasanya kehi-
dupan memiliki tahapan -tahapan yang
dilalui.
Hal inilah yang merupakan tujuan
utama penelitian ini yaitu berusaha me-
metakan klasifikasi domain sumber
pembentukan metafora secara konsep-
tual. Sebagaimana "episode" yang meru-
pakan bagian dari perfilman, "bab demi
bab" yang mengindikasikan buku, "fase"
menunjukkan ciri tumbuhan yang memi-
liki fase-fase yang dilalui dalam proses
pertumbuhannya, dan "lantai demi lan-
tai" yang mengindikasikan akan bangun-
an. Hal tersebut dalam perspektif kesas-
traan dapat dimaknai dengan bagaimana
seorang penulis menggunakan diksi-
diksi berbeda yang senantiasa mengacu
kepada makna yang relatif sama.
Terdapat tiga belas klasifikasi do-
main sumber yang ditentukan oleh
Kövecses (2010) sebagai acuan teori pa-
da penelitian ini yakni klasifikasi domain
sumber yang paling sering dijumpai
(common source domain). Secara singkat,
ketigabelas klasifikasi domain sumber
tersebut ialah tubuh manusia (human
body), kesehatan dan penyakit (health
and illness), binatang (animal ), tum-
buhan (plants ), bangunan dan konstruk-
si (building and constructions), mesin
dan peralatan (mechines and tools ), per-
mainan dan olahraga (games and sport),
uang dan transaksi ekonomi (money and
economic transactions), masakan dan
makanan (cooking and food), panas dan
dingin (heat and cold), cahaya dan kege-
lapan (light and darkness ), gaya (forces),
serta perpindahan dan arah (movement
and directions),
Dalam sudut pandang kesusas-
teraan, pendekatan teori yang digunakan
dalam penelitian ini ialah teori sruk-
turalisme oleh Eagleton (1996). Struk-
turalisme dalam suatu kajian dapat
diaplikasikan dalam ranah yang sangat
luas. Terlebih dahulu peneliti memberi-
kan perspektif umum kajian sastra. Ter-
dapat beberapa unsur penting dalam
kajian sastra, yaitu cerita, unsur intrin-
sik, unsur ekstrinsik, dan unsur kebaha-
saan. Perspektif paling luas ialah hu-
bungan antara cerita dan unsur ekstrin-
siknya. Hubungan tersebut terkait de-
ngan bagaimana sebuah cerita dipan-
dang dari unsur di luarnya seperti nilai
budaya yang terkandung, aspek moral,
efek cerita terhadap pembaca, pengaruh
terhadap kehidupan sosial masyarakat,
aktualisasi kearifan lokal yang ditunjuk-
kan, dan lain-lain.
Perspektif selanjutnya ialah hu-
bungan gaya penulisan dan cerita. Hal ini
terkait dengan unsur intrinsik sebuah
karya sastra itu sendiri , seperti jalan
cerita, alur cerita ( plot twist), penokohan,
koherensi, intertekstual, tempat, kon-
teks, aspektualitas kejadian, dan seba-
gainya.
Perspektif pada penelitian ini ialah
strukturalisme dari struktur narasi yang
digunakan dalam mengekspresikan ceri-
ta. Hal-hal yang termasuk ke dalamnya
ialah gaya bahasa, baik retoris maupun
kiasan, aspek estetik, makna, konsep,
dan berbagai aspek linguistik lainnya.
Eagleton (1996) menyatakan bahwa kita
dapat mengganti "ibu dan anak " dengan
"induk dan telur " pada narasi teks sela-
ma struktur hubungan antarunit (dalam
cerita) masih dalam keadaan yang sama,
tidak masalah antara ibu atau induk
yang dipilih akan cenderung membawa
unsur cerita yang sama. Hubungan an-
tara cerita dan struktur narasi yang me-
ngandung metafora merupakan patokan
analisis penelitian ini.
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 123
METODE
Pendekatan penelitian yang diaplikasi-
kan ialah paradigma kualitatif. Pendekat-
an penelitian secara kualitatif merepre-
sentasikan hasil analisis yang bersifat
khusus, pemecahan masalah tidak diapli-
kasikan menyeluruh kepada setiap ka-
sus. Penelitian kualitatif mementingkan
bukti-bukti secara logis dan menempat-
kan data sebagai unsur primer. Peneli-
tian kualitatif juga menempatkan peneli-
ti sebagai instrumen penelitian dan ber-
sifat terbuka pada penyesuaiannya ter-
hadap teori yang dipadukan.
Penyajian analisis dan hasil analisis
dilakukan secara deskriptif. Deskripsi
mengenai ulasan dan argumen yang di-
berikanpun didasarkan terhadap data,
jenis data, variasi jenis data, serta penye-
suaian tindakan analisis. Penelitian des-
kriptif kualitatif memberikan perspektif
penyelesaian masalah secara koherensif
dan sistematis pada penelitian ini.
Metode analisis pada penelitian ini
menggunakan berbagai sudut pandang.
Mengenai data penelitian yang merupa-
kan gaya bahasa, secara figuratif makna
suatu wacana harus dipetakan dengan
baik terlebih dahulusebelum memasuki
penentuan klasifikasi domain. Dalam hal
ini analisis isi oleh Krippendorff (2004)
digunakan guna menentukan makna su-
atu wacana yang mengandung ungkapan
metaforis berbentuk metafora konsep-
tual .
Penelitian ini juga menggunakan
metode analisis padan dan introspeksi
oleh Sudaryanto (2015) yang dipadukan
dengan acuan teori klasifikasi domain
sumber oleh Kövecses (2010). Padan di-
gunakan untuk menentukan padanan
konsep antara domain sumber dan do-
main target, sedangkan introspeksi digu-
nakan untuk menentukan pemberian in-
ferensi yang relevan dengan menempat-
kan peneliti sebagai variabel utama.
Sumber data penelitian ialah novel
Garis Waktu karya Fiersa Besari (2016).
Pemerolehan data menggunakan tiga
teknik standar dalam relevances
sampling oleh Kriffendorff (2004) yakni
identification, evaluation, dan judgment.
Data penelitian ialah pembentukan me-
tafora dalam kalimat yang membawa
konteks wacana teks, selain itu memiliki
domain target berdasarkan klasifikasi
domain target oleh Kövecses (2010) dan
memiliki klasifikasi domain sumber be-
rupa entitas konkret. Prosedur analisis
ialah dengan menentukan padanan kon-
sep yang terletak pada konsep domain
sumber maupun klasifikasi domain sum-
ber yang dibandingkan, kemudian dia-
nalisis secara figuratif dengan memaha-
mi makna gaya bahasa melalui konteks
wacana teks, disertai analisis makna
secara logis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data ditunjukkan sebagai-
mana Tabel 1.
Tabel 1. Representasi Hasil Penelitian
Domain Sumber
(Klasifikasi Domain
Sumber)
Izinkanlah aku mengabdikan perjalanan kita, agar aku tidak lupa
bahwa suatu ketika diantara perjumpaan dan selamat tinggal,
malam pernah dipenuhi senyum, senja pernah menjadi bait
puisi, hujan pernah mengantarkan kerinduan, dan angan kita
pernah saling bergandengan.
Kota ini sedang dilanda gerimis tatkala jalan hidupku ditakdirkan
untuk berubah selamanya.
Jalan
(Perpindahan dan
arah)
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
124 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
Tabel 1. Representasi Hasil Penelitian (lanjutan halaman 123)
Jika kasmaran adalah narkotika, maka kau adalah bandarnya,
dan aku pecandu yang rela menggadaikan jiwa demi menatap
matamu sekali lagi.
Narkotika
(Kesehatan dan
Penyakit)
Hidupku selama ini sudah teramat tenang, dan aku tidak ingin
secuil adegan perkenalan denganmu menjadi efek kupu-kupu
yang merusak banyak rencanaku di masa depan.
Adegan film
(Perfilman dan
pementasan)
Apa kau tahu? Meratapi puing diantara reruntuhan kisah lama ,
tanpa mengikuti ritme dunia, adalah ilusi yang menenangkan.
Reruntuhan
(Bangunan dan
konstruksi)
Kau imigran gelap yang menjelajah khayalku , tanpa permisi, lalu
singgah di ujung mimpi.
Lautan, pulau
(Ketampakan alam)
Kata mereka, hidup ini harus seperti membaca buku, kita takkan
bisa lanjut ke bab berikutnya, jika terus terpaku di bab
sebelumnya.
Secara terselubung, kususupi hari-harimu dengan pengharapan.
Secercah harapan mampu hadir bahkan diruangan tergelap.
Tenang saja, kau takkan kehilangan segala perhatianku.
Secercah cahaya
(Cahaya dan
kegelapan)
Kurang ajarkah jika hatiku berharap lebih setiap kali kau
menyandarkan kepala lelahmu di bahuku? Kau memang mahir
menuai harapan dihatiku.
Kau yang masih tenggelam dalam kenangan adalah apa yang
ingin kuselamatkan. Celakanya aku malah ikut terbenam dalam
skenario yang kau ciptakan.
Lautan, Kolam
renang, (Air)
(Elemen klasik)
Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi tawa, perih akan menjadi
cerita, kenangan akan menjadi guru . Rindu akan menjadi temu,
kau dan aku akan menjadi kita.
Guru
(Profesi dan
pekerjaan)
Dan, layaknya manusia biasa ketika dimanjakan kemewahan,
akupun lupa diri. Kugunting tali silahturahmi dengan mereka
yang dulu sering mencibir pilihan hidupku.
Tali, benang
(Tali dan ikatan)
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju, akan ada
saatnya kau terluka dan kehilangan pegangan.
Garis
(Tulisan dan
Gambaran)
Cinta itu memperjuangkan, memang, namun kadang kala, kita
harus berhenti memaksakan, lalu mulai menerima bahwa
beberapa hal memang diciptakan untuk membeku dalam waktu,
bukan untuk terus mengalir bersama kau dan aku.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat duapuluh tujuh data
pembentukan metafora konseptual yang
ditemukan dalam novel Garis Waktu
karya Fiersa Besari (2016). Karakteristik
data yang tergolong khusus ini ber-
domain target entitas abstrak dan ber-
domain sumber entitas konkret. Berikut
penjabaran mengenai klasifikasi domain
sumber dan cakupannya, serta pema-
haman makna gaya bahasa yang ter-
kandung dalam setiap kalimat yang
mengandung metafora konseptual.
Klasifikasi Domain Sumber Tubuh
Manusia
Tubuh manusia merupakan sebuah do-
main sumber ideal, sebagaimana kita sa-
ngat mengenal dan mengetahuinya, na-
mun hal ini tidaklah serta-merta menja-
dikan seluruh aspek pada tubuh diguna-
kan sebagai acuan metaforis untuk me-
mahami suatu target abstrak (Kövecses ,
2010). Aspek yang secara khusus digu-
nakan pada perbandingan metaforis bia-
sanya menyangkut bagian tubuh seperti
kepala, muka, tangan, punggung, hati,
tulang, bahu, dan lainnya. Klasifikasi
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 125
domain ini juga termasuk manusia
sebagai bentuk utuh dari tubuh manusia
serta karakter, sifat dan watak manusia
itu sendiri. Data berikut menunjukkan
data penelitian yang termasuk ke dalam
klasi-fikasi domain ini.
Izinkanlah aku mengabdikan perjalan-
an kita, agar aku tidak lupa bahwa sua-
tu ketika diantara perjumpaan dan se-
lamat tinggal, malam pernah dipenuhi
senyum, senja pernah menjadi bait pui-
si, hujan pernah mengantarkan kerin-
duan, dan angan kita pernah saling
bergandengan (Besari, 2016: 8).
Makna wacana tersebut secara figu-
ratif ialah "Izinkanlah aku merenungi
perjalanan kita, agar aku tidak lupa bah-
wa suatu ketika diantara perjumpaan
dan selamat tinggal, malam pernah dipe-
nuhi senyum, senja pernah dibuat men-
jadi syair puisi, hujan pernah mengingat-
kan kerinduan, dan angan kita pernah
sama/saling mendukung ". Angan diper -
sepsikan selayaknya tangan manusia
yang dapat saling bergandengan. Klasifi-
kasi domain sumbernya ditentukan ia-
lah tubuh manusia.
Dengan menggunakan "pernah sa-
ling bergandengan" dan bukannya per-
nah sama atau saling mendukung. Penu-
lis memberikan kesan berupa perluasan
makna dengan menggunakan metafora
konseptual. Selain itu, penulis memper-
luas makna melalui ambiguitas, bergan-
dengan berarti "sama" ataukah "saling
mendukung".
Klasifikasi Domain Sumber Perpin-
dahan dan Arah
Perpindahan melingkupi pergantian
lokasi, atau pergerakan dari satu tempat
ke tempat lain. Domain ini juga teraso-
siasi terhadap arah, seperti maju, mun-
dur, atas, dan bawah (Kövecses, 2010).
Klasifikasi ini melingkupi perubahan da-
lam berbagai konseptualisasi secara
metaforis, termasuk juga perpindahan
sebagai perubahan lokasi. Berikut data
penelitian yang termasuk ke dalam kla-
sifikasi domain ini: "Kota ini sedang di-
landa gerimis tatkala jalan hidupku di-
takdirkan untuk berubah selamanya"
(Besari, 2016: 11).
Makna kalimat tersebut dengan me -
maknai gaya bahasanya ialah "Kota ini
sedang gerimis tatkala hidupku yang
selayaknya berkendara di jalan ditakdir-
kan untuk mengambil jalur berbeda un-
tuk selamanya". Hidup dipandang bagai-
kan berkendara di jalan raya, jalan seta-
pak, atau jalan apapun. Karena berhu-
bungan dengan jalan, berkendara, arah
dan tujuan, klasifikasi domain sumber-
nya, yaitu perpindahan dan arah.
Dengan menggunakan istilah "jalan
hidupku" dan bukannya hidupku yang
selayaknya berkendara di jalan. Penulis
menggunakannya guna menyederhana-
kan ekspresi yang merujuk pada konsep
yang relatif sama daripada mengguna-
kan ekspresi yang panjang.
Klasifikasi Domain Sumber Bangunan
dan Konstruksi
Manusia membangun rumah dan fasili-
tas lainnya sebagai tempat tinggal, be-
kerja, penyimpanan, dan seterusnya.
Kedua objek statik dari rumah dan bagi-
annya serta proses konstruksinya me-
nyediakan domain sumber secara meta-
foris yang sering dijumpai (Kövecses,
2010). Berikut data penelitian yang ter-
masuk ke dalam klasifikasi domain ini:
Segala keteraturan yang kubangun sela-
ma ini, runtuh dalam sekejap, padahal
perjumpaan kita begitu sederhana
(Besari, 2016: 11) .
Makna gaya bahasa yang terkan-
dung dalam konteks wacana kalimat ter-
sebut ialah "Segala keteraturan yang
kubuat selama ini, rusak/hancur dalam
sekejap, padahal perjumpaan kita begitu
sederhana". Keteraturan dianggap seba-
gai bangunan yang dibangun, kemudian
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
126 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
tidak lama setelah dibangun, bangunan
tersebut pun runtuh. Oleh karena itu,
klasifikasi domain targetnya ditentukan
yakni bangunan dan konstruksi.
Kata "runtuh" pada kalimat tersebut
digunakan penulis guna memunculkan
gambaran fisik dari suatu konsep yang
notabene abstrak. "Kelak, kita akan
membangun impian, sederhana tanpa hi-
ngar-bingar, kecil tanpa hiruk-pikuk"
(Besari, 2016: 95) .
Berdasarkan makna tidak langsung,
makna wacana kalimat tersebut ialah
"Kelak, kita akan mewujudkan impian,
impian sederhana tanpa hingar-bingar,
kecil tanpa hiruk-pikuk". Impian dipan-
dang selayaknya bangunan yang hendak
dibangun. Klasifikasi domain targetnya
dapat langsung ditentukan yaitu ba-
ngunan dan konstruksi.
Kata "membangun" mengindikasi-
kan "perwujudan", penulis mengguna-
kannya guna memperdalam pemaham-
an makna terhadap narasi cerita
sebelumnya.
Klasifikasi Domain Sumber Cahaya
dan Kegelapan
Cahaya dan kegelapan juga merupakan
pengalaman dasar manusia. Disamping
itu, piranti cahaya dan kegelapan ter-
kadang menyajikan sebuah kondisi yang
berhubungan terhadap cuaca tatkala kita
berbicara dan berpikir secara metaforis
(Kövecses: 2010). Data penelitian yang
termasuk ke dalam klasifikasi domain ini
ialah sebagai berikut:
Secara terselubung, kususupi hari-hari-
mu dengan pengharapan. Secercah ha-
rapan mampu hadir bahkan diruangan
tergelap. Tenang saja, kau takkan kehi-
langan segala perhatianku (Besari,
2016: 33).
Makna wacana tersebut dengan me-
mahami gaya bahasanya ialah "Dengan
cara yang tidak kau ketahui, kuberada di
hari-harimu dengan pengharapan.
Serpihan kecil harapan mampu hadir
bahkan di saat terburuk. Tenang saja,
kau takkan kehilangan semua perhatian-
ku meski kau memilih yang lain". Harap-
an dipandang sebagai secercah cahaya di
ruangan gelap. Klasifikasi domain sum-
bernya langsung dapat ditentukan yakni
cahaya dan kegelapan.
"Secercah" pada wacana tersebut
mengindikasikan jumlah maupun ukur-
an. Meskipun sedikit, "harapan" tersebut
tetap ada. Di sini penulis menunjukkan
nilai estetika berbahasa melalui gaya
bahasa berbentuk metafora konseptual.
"Secercah" harapan digunakan, dan
bukannya harapan yang sedikit atau
harapan yang kecil.
Yaaaa... cita-cita adalah pelangiku,
sesuatu yang membuatku tahu bahwa
aku tidak lahir ke bumi ini sekedar
menumpang lewat (Besari, 2016: 104) .
Makna wacana tersebut ialah
"Yaaaaa.... cita-cita adalah hasil perjuang-
anku , sesuatu yang membuatku tahu
bahwa aku tidak lahir ke bumi ini hanya
sia-sia saja/tanpa menghadirkan dam-
pak apapun". Cita -cita dipandang sebagai
pelangi. Pelangi merupakan pembiasan
cahaya. Maka, klasifikasi domain sum-
bernya ialah cahaya dan kegelapan.
Konsep yang dibandingkan ialah
cita-cita sebagaimana pelangi, konsep
dari pelangi ialah selalu atau hampir se-
lalu hadir/terbentuk/terjadi setelah hu-
jan. "Hujan" dalam kasus ini mengarah
kepada kerja keras ataupun upaya yang
telah dilakukan. Dalam hal ini, penulis
menyederhanakan istilah terhadap kon-
sep yang kompleks.
Klasifikasi Domain Sumber Tumbuh-
an
Manusia menanam tumbuhan untuk
berbagai alasan, untuk makan, kese-
nangan, membuat sesuatu dan sebagai-
nya. Konsep metaforis yang umumnya
digunakan ialah bagian-bagian
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 127
tumbuhan, banyak pula aksi yang ditun-
jukkan melalui tumbuhan (Kövecses ,
2010), Data penelitian yang termasuk ke
dalam klasifikasi ini ialah sebagai
berikut.
Kurang ajarkah jika hatiku berharap le-
bih setiap kali kau menyandarkan ke-
pala lelahmu di bahuku? Kau memang
mahir menuai harapan dihatiku (Besari,
2016: 48).
Makna wacana yang mengandung
pembentukan metafora ialah "Kau me-
mang pandai melepas atau menghilang-
kan harapan dihatiku ". Harapan dipan-
dang selayaknya padi dan tumbuhan se-
jenis yang dituai. Karena domain tar-
getnya merupakan tumbuhan, maka kla-
sifikasi domain sumbernya ialah tum-
buhan.
Pada wacana tersebut penulis
menggunakan kat a "menuai" dan bukan-
nya melepas/menghilangkan. Hal ini
mengindikasikan bahwasanya penulis
memberikan penghalusan makna, selain
itu juga menghindari kebosanan dengan
penggunaan kosa kata yang kurang
lazim dijumpai.
Jatuh hati itu hak, sebuah anugerah un-
tuk kita nikmati. Kalau tidak bisa dinik-
mati kisahnya, nikmati rasanya. Kalau
terlalu menyakitkan petik hikmahnya
(Besari, 2016: 175) .
Makna wacana tersebut dengan me-
mahami gaya bahasanya ialah "Jatuh hati
itu hak, sebuah anugerah untuk kau nik-
mati. Kalau tidak bisa dinikmati kisah-
nya, nikmati rasanya. Kalau kisahnya
terlalu menyakitkan, ambil hikmahnya".
Hikmah dipandang sebagai buah atau
bunga pada tumbuhan yang dapat dipe-
tik. Karena merupakan tumbuhan, klasi-
fikasi domain sumbernya ditentukan
yakni tumbuhan.
"Petik" dan "hikmah" memiliki kore-
lasi makna yang sangat bersesuaian,
hikmah diibaratkan buah-buah yang
dipetik. Secara konotatif, setiap buah
yang dipetik cenderung digunakan un-
tuk hal-hal yang bermanfaat. Sebagai-
mana hikmah yang apabila ditelaah
dengan baik memiliki makna yang me-
rujuk kepada sesuatu yang bermanfaat.
Dalam hal ini, penulis memberikan pe-
ristilahan dengan konsep yang berse-
suaian sebagai indikasi pemberian
makna yang mendalam. "Sebersit
kerinduan bersemi di hatiku yang hancur
berantakan " (Besari, 2016: 186).
Makna kalimat tersebut ialah "Se-
bersit kerinduan muncul/tumbuh di hati-
ku yang hancur berantakan". Kerinduan
dipandang layaknya bunga yang dapat
bersemi. Klasifikasi domain sumbernya
ialah tumbuhan. Kata bersemi pada ka-
limat tersebut menunjukkan aspek ke-
indahan berbahasa, selayaknya bunga
yang bersemi dengan indah.
Klasifikasi Domain Sumber Panas dan
Dingin
Panas dan dingin sungguh merupakan
salah satu pengalaman alamiah manusia.
Kita merasakan hangat dan dingin ber-
gantung pada temperatur dan suhu di
sekitar. Kita terkadang menggunakan
domain temperatur secara metaforis
untuk mengatakan tentang sikap kita
terhadap orang dan benda (Kövecses:
2010). Berikut data penelitian yang ter-
masuk ke dalam klasifikasi domain ini.
Cinta itu memperjuangkan, memang,
namun kadang kala, kita harus berhenti
memaksakan, lalu mulai menerima
bahwa beberapa hal memang dicipta-
kan untuk membeku dalam waktu, bu-
kan untuk terus mengalir bersama kau
dan aku (Besari, 2016: 154).
Makna kalimat tersebut dengan me-
mahami gaya bahasanya ialah "Cinta itu
memperjuangkan, memang, namun ka-
dang kala, kita harus berhenti
memaksakan, lalu mulai menerima
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
128 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
bahwa beberapa hal memang diciptakan
untuk berhenti, bukan untuk terus
mengalir bersama kau dan aku". Waktu
dipandang sebagai suhu dingin yang
membekukan aliran air menjadi es.
Karena merupakan suhu, maka klasi-
fikasi domain sumbernya ialah panas
dan dingin.
"M embeku dalam waktu" menun-
jukkan nilai estetika berbahasa, selain itu
memberikan konsep makna yang men-
dalam.
Aku sudah genap mengingatmu. Segala
cerita telah kubungkus di dalam kar-
dus, tertata rapi di sebelah figura foto-
mu yang membeku dalam waktu
(Besari, 2016: 202) .
Makna wacana tersebut ialah "Aku
sudah (mengakhiri) mengingatmu. Se-
gala cerita (barang-barang yang memili-
ki ceritanya sendiri) kubungkus dalam
kardus, tertata rapi di sebelah fotomu
yang di ambil kala itu." Waktu dipandang
sebagai es yang membeku. Es dapat
membeku karena suhu dingin sehingga
klasifikasi domain sumbernya termasuk
panas dan dingin.
"Figura fotomu yang membeku da-
lam waktu" memberikan konsep pema-
haman makna yang kompleks sehingga
mampu menarik minat pembaca untuk
memperhatikan maknanya dengan lebih
teliti.
Klasifikasi Domain Sumber Kesehat-
an dan Penyakit
Klasifikasi domain ini melingkupi berba-
gai kategori dalam dunia medis dan ke-
sehatan. Berbagai hal yang termasuk ke
dalamnya ialah obat, penyakit, bius, me-
dis, kesehatan, sakit dan sebagainya. Be-
rikut data penelitian yang termasuk ke
dalam klasifikasi domain sumber ini.
Jika kasmaran adalah narkotika, maka
kau adalah bandarnya, dan aku pecan-
du yang rela menggadaikan jiwa demi
menatap matamu sekali lagi (Besari,
2016: 12).
Makna kalimat tersebut ialah "Jika
kasmaran adalah sesuatu yang adiktif
seperti narkotika, maka kau adalah sum-
ber/asalnya, dan aku adalah orang yang
rela berkorban apapun demi bersama
denganmu sekali lagi". Kasmaran dipan-
dang sebagai narkotika. Narkotika juga
dipahami dengan istilah obat-obatan ter-
larang yang berarti hanya digunakan
dalam kasus-kasus tertentu dalam dunia
kesehatan. Umumnya obat-obat sejenis
dijumpai dalam mempengaruhi sistem
syaraf, dalam bidang anastesi, pemulih-
an pasien dan lain-lain. Obat inipun tidak
diperjualbelikan secara umum, apabila
dijual umum, maka termasuk ilegal.
Karena domainnya merupakan sejenis
obat, maka klasifikasi domain sumber-
nya termasuk kesehatan dan penyakit.
"Narkotika" secara konotatif me-
ngandung makna yang lugas. Dengan
narkotika sebagai pembanding, penulis
menguatkan dan mengeraskan konsep
makna yang terkandung pada kalimat
tersebut.
Klasifikasi Domain Sumber Lainnya
Klasifikasi domain lainnya ialah klasifi-
kasi domain yang ditentukan diluar keti-
gabelas klasifikasi domain sumber oleh
Kövecses (2010)
Klasifikasi Domain Sumber Perfilman
dan Pementasan
Klasifikasi domain sumber ini cenderung
memiliki kesamaan diantara perfilman
dan pementasan. Keduanya memiliki ba-
gian-bagian seperti aksi, alur cerita, ak-
tor, produser, pengatur pencahayaan,
dan lainnya. Oleh sebab itu, kedua do-
main ini tidak dapat dipisahkan sehing-
ga istilah yang diberikan terhadap pem-
bentukan klasifikasi domain ini ialah
"perfilman dan pementasan". Klasifikasi
ini melingkupi berbagai aktivitas dalam
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 129
dunia perfilman dan pementasan seperti
kamera, naskah, adegan, alur cerita,
drama, sinetron, film, episode, aktor,
sutradara dan lain sebagainya. Berikut
data penelitian yang termasuk ke dalam
klasifikasi domain i ni.
Hidupku selama ini sudah teramat te-
nang, dan aku tidak ingin secuil adegan
perkenalan denganmu menjadi efek ku-
pu-kupu yang merusak banyak renca-
naku di masa depan (Besari, 2016: 15).
Makna wacana tersebut dengan me-
mahami gaya bahasanya ialah "Hidupku
selama ini sudah teramat tenang, dan
aku tidak ingin pengalaman singkat per-
kenalan denganmu menjadi efek kupu-
kupu yang merusak banyak rencanaku
di masa depan". Hidup dipandang seba-
gai film yang berisi berbagai adegan dan
aksi. Klasifikasi domain sumbernya di-
tentukan yakni perfilman dan pemen-
tasan.
"Adegan perkenalan" mengandung
unsur kata yang tidak biasa, penulis
menggunakannya guna menghindari
kebosanan.
Ketika kehidupan memberikan kita
episode terburuknya, jangan menyerah,
takkan selamanya kita terluka, takkan
selamanya kita berduka (Besari, 2016:
175).
Makna kalimat tersebut ialah "Keti-
ka kehidupan memberikan fase/tahapan
terburuknya, jangan menyerah, takkan
selamanya kita terluka, takkan selama-
nya kita berduka". Kehidupan dipandang
layaknya film yang memiliki episode-
episode. Karena merupakan film, klasifi-
kasi domain sumbernya ialah perfilman
dan pementasan.
"Episode" digunakan untuk meng-
hindari kejenuhan agar kosa kata berupa
fase dan tahapan tidak berulang.
Klasifikasi Domain Sumber Ketampak-
an Alam
Klasifikasi domain ini melingkupi ber-
bagai ketampakan alam di sekitar ke-
hidupan makhluk hidup seperti sungai,
gunung, lautan, gletser, padang pasir,
gunung berapi, samudera, dan banyak
lagi. Karakteristik utama domain ini
ialah ketampakan alam yang terben-tuk
tanpa campur tangan manusia. Ketam-
pakan alam adalah segala sesuatu di
alam yang merupakan hasil dari peris-
tiwa alam dan bukan merupakan akibat
aktivitas manusia. Namun sebagaimana
kita ketahui, manusia bahkan mampu
membuat sistem irigasi, gunung buatan,
lembah buatan hingga pantai buatan.
Terlepas dari campur tangan manusia
tersebut, untuk membuat suatu klasi-
fikasi harus ditentukan batasan dan ca-
kupannya. Meskipun buatan manusia,
namun sebagian besar dari berbagai ke-
tampakan alam sangat dominan terben-
tuk secara alami. Oleh karena itu, baik
buatan manusia atau secara alami, se-
bagai contoh pantai yang terbentuk de-
ngan sendirinya ataupun pantai yang
dibuat oleh manusia tetaplah tergolong
ke dalam klasifikasi domain sumber ke-
tampakan alam. Berikut data penelitian
yang menggunakan klasifikasi ini seba-
gai domain sumbernya.
Kau imigran gelap yang menjelajah
khayalku, tanpa permisi, lalu singgah
di ujung mimpi (Besari, 2016: 19).
Makna kalimat tersebut dengan me-
maknai gaya bahasa penulisannya se-
cara figuratif ialah "Kau tanpa kusadari
datang/hadir dalam khayalanku, tanpa
permisi, lalu sampai pada ujung kha-
yalan yang berupa mimpi". Khayal di-
pandang sebagai lautan, samudera, pu-
lau dan sejenisnya yang cenderung di-
jelajahi oleh orang-orang yang tidak
mengetahui seluk-beluk tempat terse-
but. Karena "penjelajahan" selalu ditar-
getkan atau ditujukan pada ketampakan
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
130 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
alam, maka klasifikasi domain sumber-
nya ditentukan yakni ketampakan alam.
"Menjelajah khayal" mengandung
konsep makna yang kompleks, penulis
menggunakannya guna memperdalam
makna yang terkandung.
Klasifikasi Domain Sumber Buku dan
Bacaan
Buku dan bacaan sangat akrab dalam ke-
hidupan manusia sehari-hari. Klasifikasi
domain ini melingkupi buku, kertas,
sampul, bacaan, novel, majalah, koran,
membaca, materi dan sebagainya yang
umumnya terkait dengan buku dan
dibaca. Berikut data penelitian yang ter-
masuk klasifikasi domain ini.
Kata mereka, hidup ini harus seperti
membaca buku, kita takkan bisa lanjut
ke bab berikutnya, jika terus terpaku di
bab sebelumnya (Besari, 2016: 23) .
Makna kalimat tersebut berdasar-
kan wacana dan makna figuratif yang di-
aplikasikan ialah "kata mereka, hidup ini
seperti membaca buku, kita takkan bisa
bergerak maju jika terus terpaku pada
keadaan sebelumnya". Hidup dianggap
sebagai buku yang memiliki bab-bab,
karena merupakan buku, maka klasifi-
kasi domain sumbernya ialah buku dan
bacaan.
Penulis memberikan konsep makna
yang kompleks "hidup itu harus seperti
membaca buku", hal ini digunakan guna
memperkuat makna. Selain itu, membe-
rikan nilai filosofis yang terkandung.
Klasifikasi Domain Sumber Elemen
Klasik
Klasifikasi domain sumber ini ialah me-
lingkupi elemen-elemen klasik yang di-
pahami dalam istilah Yunani kuno yakni
sebagai elemen utama kehidupan di bu-
mi yaitu air, api, udara, dan tanah.
Keempat elemen ini secara alamiah telah
berada di alam dan menunjang kehi-
dupan di bumi. Klasifikasi ini juga
melingkupi berbagai substansi yang
dibentuk berdasarkan keempat elemen
tersebut seperti cairan, darah, es, lum-
pur, pasir, oksigen, kebakaran dan seba-
gainya. Data penelitian yang menun-
jukkan perbandingan terhadap domain
ini ialah sebagai berikut.
Kau yang masih tenggelam dalam ke-
nangan adalah apa yang ingin kusela-
matkan. Celakanya aku malah ikut ter-
benam dalam skenario yang kau
ciptakan (Besari, 2016: 55) .
Makna wacana tersebut yang me-
ngandung pembentukan metafora ialah
"Kau yang masih meratapi kenangan
adalah apa yang ingin kuselamatkan".
Kenangan dipandang selayaknya kolam,
lautan, pantai, dan sejenisnya yaitu
tempat yang berisi atau mengandung
air sehingga seseorang dapat tenggelam.
Tenggelam mengidentifikasikan secara
langsung terhadap air yang mengisi
wadah tertentu, baik berupa lautan
maupun bak mandi. Domain targetnya
ialah berupa air sehingga klasifikasi
domain sumbernya termasuk elemen
klasik.
Pada pembentukan metafora kon-
septual tersebut, penulis memberikan
ekspresi dari rasa sakit, secara konotatif
sebagaimana seseorang "tenggelam".
Dengan kata lain, metafora konseptual
mampu memperjelas unsur ekspresif
dari perasaan tokoh.
Kenangan bagaikan api , ia bisa meng-
hangatkan atau membakar, semua ber-
gantung dari cara kita memandang
(Besari, 2016: 161) .
Kalimat tersebut tidak memiliki
makna secara gaya bahasa sehingga
maknanya diambil secara langsung yak-
ni " Kenangan bagaikan api, ia bisa meng-
hangatkan atau membakar". Kenangan
dipandang sebagai api. Api termasuk ke
dalam elemen klasik.
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 131
Lebih dari sekadar gambaran fisik
berupa "api", penulis menunjukkan nilai
filosofis yang terkandung di dalamnya
sebagai domain sumber dalam pemben-
tukan metafora konseptual tersebut.
"Akhirnya, waktu menimbun aku dengan
debunya . Perlahan membuatmu tak lagi
mengingatku" (Besari, 2016: 194).
Makna kalimat tersebut dengan me-
mahami gaya bahasa wacananya ialah
"Akhirnya, waktu membuat aku terlu-
pakan. Perlahan membuatmu tak lagi
mengingatku". Waktu dianggap sebagai
tanah yang dapat menimbun dengan
debunya, baik terbawa angin atau
lainnya. Prosesnya terjadi cenderung
secara alamiah tanpa campur tangan
manusia maupun binatang. Tanah ter-
masuk elemen klasik sehingga klasi-
fikasi domain sumbernya ditentukan
yakni elemen klasik.
Nilai estetik merupakan unsur yang
ingin diekspose oleh penulis dalam
ekspresi "waktu menimbun aku dengan
debunya". Selain itu, penulis memperku-
at dan menambah kompleksitas makna
yang ingin disampaikan.
Klasifikasi Domain Sumber Profesi
dan pekerjaan
Klasifikasi ini melingkupi berbagai pro-
fesi dan pekerjaan manusia. Variasi pe-
kerjaan pada suatu profesi cenderung
berbeda-beda seperti guru, petani, mon-
tir, pilot, dan variasi pekerjaan lainnya
yang memiliki perbedaan sangat signi-
fikan pada karakteristiknya. Karakteris-
tik perkerjaan pada tiap profesi itulah
yang cenderung dijadikan sebagai pem-
banding (domain sumber) dalam pem-
bentukan suatu metafora konseptual.
Berikut data penelitian yang termasuk
ke dalam klasifikasi domain sumber ini.
Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi
tawa, perih akan menjadi cerita,
kenangan akan menjadi guru, Rindu
akan menjadi temu, kau dan aku akan
menjadi kita (Besari, 2016: 115).
Makna wacana tersebut dengan me-
mahami makna gaya bahasanya ialah
"Jika saatnya tiba, sedih akan menjadi
tawa, perih akan menjadi cerita, kena-
ngan akan mengajarkan pelajaran kehi-
dupan, Rindu akan menjadi pertemuan,
kau dan aku akan menjadi kita". Kenang-
an diasumsikan sebagai guru. Karena gu-
ru merupakan profesi, klasifikasi domain
sumbernya ialah profesi dan pekerjaan.
Penulis dalam hal ini memberikan
makna yang tersyirat mengenai pembe-
lajaran yang didapat dari suatu
"kenangan".
Klasifikasi Domain Sumber Tali dan
Ikatan
Tali dan ikatan melingkupi berbagai
karakteristik benda seperti tali atau
umumnya difungsikan sebagai ikatan
seperti benang, rantai, tali tambang,
mengikat, merantai dan banyak lagi.
Kata "tali" pada domain ini mengindi-
kasikan benda konkret yang diacu
dengan memiliki karakteristik selayak-
nya tali karena kata "ikatan" cenderung
terkesan semi-abstrak. Kata "ikatan"
tidak hanya berlaku pada entitas kon-
kret, namun juga pada entitas abstrak.
Oleh karena itu, sangat penting memberi
kata "tali" guna mewakili istilah umum
dan " ikatan " yang cenderung dijadikan
padanan konsep. Oleh karena itu, kla-
sifikasi ini diberi istilah "tali dan ikatan".
Berikut data penelitian yang termasuk
ke dalam klasifikasi ini.
Dan, layaknya manusia biasa ketika
dimanjakan kemewahan, akupun lupa
diri. Kugunting tali silahturahmi dengan
mereka yang dulu sering mencibir
pilihan hidupku (Besari, 2016: 117).
Makna wacana tersebut dengan me-
mahami makna figuratif yang terkan-
dung ialah "Dan, layaknya manusia biasa
ketika dimanjakan kemewahan, akupun
lupa diri. Kuputus silahturahmi dengan
mereka yang dulu sering mencibir
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
132 Copyright © 20 20, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)
pilihan hidupku". Silaturahmi dianggap
selayaknya benang, tali, dan sejenisnya
yang senantiasa dapat digunting. Klasi-
fikasi domain sumbernya termasuk tali
dan ikatan.
Terdapat gambaran fisik yang di-
munculkan dengan membandingkan
"silaturahmi" selayaknya tali yang dapat
digunting. Selain itu, kesan makna diper-
kuat, yakni hubungan silaturahmi yang
dapat diputus.
Klasifikasi Domain Sumber Tulisan
dan Gambaran
Klasifikasi ini melingkupi berbagai tulis-
an dan gambaran. Hal-hal yang termasuk
kedalamnya ialah garis, tulisan, gambar-
an, lukisan, melukis, menggambar, me-
nulis dan lainnya. Berikut data penelitian
yang termasuk ke dalam klasifikasi do-
main ini.
Pada sebuah garis waktu yang merang-
kak maju akan ada saatnya kau terluka
dan kehilangan pegangan (Besari,
2016: 24).
Makna kalimat tersebut dengan me-
mahami makna figuratifnya ialah "Pada
sebuah garis waktu yang perlahan maju
akan ada saatnya kau terluka dan kehi-
langan pegangan". Waktu dipandang se -
bagai sebuah garis yang sedang ditulis/
digambar. Karena berhubungan terha-
dap tulisan dan gambaran, klasifikasi
domain sumbernya ialah tulisan dan
gambaran.
Nilai estetika dalam berbahasa di-
tampilkan melalui ekspresi berupa "garis
waktu". Penulis juga memberikan gam-
baran konsep berbeda mengenai "wak-
tu" yang merujuk pada perluasan makna
yang ingin disampaikan.
SIMPULAN
Pembentukan metafora konseptual oleh
seorang penulis dalam karyanya mampu
memberikan berbagai fungsi terhadap
narasi cerita dan pembaca. Berbagai
fungsi pembentukan metafora konsep-
tual dalam penelitian ini ialah membe-
rikan nilai filosofis, menampilkan este-
tika berbahasa, memperkuat dan mem-
perdalam makna yang terkandung,
memperluas konsep makna, menghin-
dari kebosanan dan kejenuhan pada dik-
si, memberikan gambaran fisik terhadap
entitas abstrak, memberikan makna
yang tersirat, menyederhanakan istilah
terhadap konsep yang kompleks, serta
memperjelas unsur ekspresif dari pe-
rasaan tokoh.
Konsep makna yang merujuk pada
pengklasifikasian domain sumber dalam
penelitian ini ditemukan sebanyak em-
patbelas klasifikasi. Keempatbelas klasi-
fikasi domain sumber tersebut ialah tu-
buh manusia, perpindahan dan arah,
bangunan dan konstruksi, cahaya dan
kegelapan, tumbuhan, panas dan dingin,
kesehatan dan penyakit, perfilman dan
pementasan, ketampakan alam, buku
dan bacaan, elemen klasik, profesi dan
pekerjaan, tali dan ikatan, serta tulisan
dan gambaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, C. (2013). Conceptual Metaphor
Related to Emotion. Jurnal Pendidik-
an Bahasa Dan Sastra , 13 (2), 204–
214. https://doi.org/https://doi.
org/10.17509/bs_jpbsp.v13i2. 292
Besari F. (20 16). Garis Waktu. Jakarta:
Media Kita.
Cruse, A., & Croft. (2004). Meaning in
Language: an Introduction to
Semantics and Pragmatics (Second
Edition). New York: Oxford Uni-
versity Press.
Eagleton, T. (1996). Literary Theory .
Blackwell Publishing. Oxford
Fajrin R, H. (2012). Novel The Hunger
Games: Teori Psikoanalisis.
Sawerigading, 18 (3), 417–426.
http:// sawerigading.kemdikbud.
go.id/index.php/sawerigading/arti
cle/view/382
Buyung Ardiansyah et al /Atavisme, 23 (1), 2020 , 117-133
Copyright © 2020, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print) 133
Haula, B., & Nur, T. (2019). Konsep-
tualisasi Metafora dalam Rubrik
Opini Kompas: Kajian Semantik
Kognitif. RETORIKA: Jurnal Bahasa,
Sastra, Dan Pengajarannya, 12 (1),
25–35. https://doi.org/10.26858/
retorika.v12i1.7375
Haley, M. C. (1980). Linguistics
Perspective on Literature. London:
Routledge & Kegan Paul.
Kempson, Ruth M. (1995). Teori Se-
mantik. Terjemahan: Abdul Wahab .
Surabaya: Airlangga University
Press.
Kövecses, Z. (2010). Metaphor: A Prac-
tical Introduction. Second ed. New
York: Oxford University Press, Inc,.
Krippendorff, K. (2004). Content Anal-
ysis: An Introduction to Its Methodol-
ogy. United States of America: Sage
Publications, Inc,.
Lakoff, G., & Johnson, M. (2003) Meta-
phor We Live By . Chicago: The
University of Chicago.
Patrianto, H. (2016). Penerjemahan
Bentuk Metafora Gramatikal seba-
gai Indikator Kesulitan Penerje-
mahan Teks Sains dan Humaniora.
Kandai, 12 (2), 167 –186. https:
//ojs.badan bahasa.kemdikbud.
go.id/jurnal/index.php/kandai/arti
cle/view/79
Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka
Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Diandra Primamitra.
Sungkowati, Y. (2016). Persoalan Ling-
kungan dalam Novel Lemah Tan-
jung Karya Ratna Indraswari
Ibrahim. Widyaparwa: Jurnal Ilmiah
Kebahasaan dan Kesastraan, 44 (2),
61–72. https://www.widyaparwa.
com/index.php/widyaparwa/articl
e/view/129
Ulya, C., Eko W., N., & Mujiyanto, Y.
(2016). Metafora dalam Puisi
Antikorupsi Karya Penyair Indone-
sia. Atavisme, 19 (2), 206–219.
https://doi.org/10.24257/atavism
e.v19i2.246.206-219
Utorowati, S., & Sukristanto. (2016).
Jenis dan Fungsi Metafora dalam
Novel Anak Bajang Mengiring Angin
Karya Sindhunata: Sebuah Analisis
Dekonstruksi Paul De Man. Jurnal
Metafora 2(2). 1-17. http://
jurnalnasional.ump.ac.id/index.php
/METAFORA/article/view/1097
Wiradharma, G., & Tharik WS, A. (2016).
Metafora dalam Lirik Lagu
Dangdut: Kajian Semantik Kognitif.
Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa Dan
Sastra Indonesia, 7 (1), 5–14.
https://doi.org/10.21009/arkhais.
071.02
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
- Baiq Haula
- Tajudin Nur
Conceptualization of Metaphors in the 2018 Kompas Opinion Rubric: Cognitive Semantic Studies. This study aims to reveal the types of conceptual metaphors in Kompas opinion writing in 2018. This type of research includes qualitative research that is descriptive analysis. The method used in this study is the Agih method with advanced techniques for Direct Elements. The results showed that the ontology metaphor was dominantly found in writing opinion rubrics compared to structural and orientational metaphors. The author of opinion transfers more of the construction of his abstract ideas into objects that have physical properties. The characteristic of metaphor found that metaphor is associated with nature, such as shipwreck, collapse, storm sweeping, farming, and blowing. Image schemes depicted from the concepts of dominant metaphors represent the concept of existence.
- Yulitin - Sungkowati
Sebagai produk masyarakat, karya sastra juga menghadirkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, tidak terkecuali persoalan lingkungan. Ratna Indraswari Ibrahim adalah perempuan pengarang yang memiliki perhatian terhadap persoalan lingkungan seperti dalam novel Lemah Tanjung, tetapi selama ini para peneliti hanya menyoroti persoalan perempuannya saja. Oleh karena itu, masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimanakah persoalan lingkungan dalam novel Lemah Tanjung. Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan persoalan lingkungan yang terepresentasikan dalam novel Lemah Tanjung melalui pendekatan mimetis dengan teori ecocriticsm. Hasil penelitian menunjukan bahwa persoalan lingkungan dalam novel Lemah Tanjung merupakan representasi persoalan lingkungan yang ada di Kota Malang. Indikasi awal persoalan lingkungan adalah sulitnya mencari kunang-kunang yang menunjukkan makin sulitnya mencari sumber air bersih. Persoalan lingkungan lebih besar dihadirkan dengan kasus alih fungsi hutan kota menjadi perumahan mewah yang memicu perlawanan masyarakat terhadap pengusaha dan penguasa yang tidak berpihak pada lingkungan. Novel Lemah Tanjung menunjukkan keberpihakannya pada lingkungan, tetapi dengan nada pesimis.As a product of society, literary presents some problems that exist in society, not mention environment problems. Ratna Indraswari Ibrahim is a woman writer who cares about environment problem, as seen on her novel, Lemah Tanjung. Up to now, the researcher only focused on the woman problem. Because of that, this research focused on how the environment problem that represented in Lemah Tanjung novel. The aims of this research are to expose and describe the environment problem that represented in Lemah Tanjung novel by using mimetic approach with ecocriticism theory. Result of the research shows that environment problem in Lemah Tanjung novel is a representation of the environment problem in Malang city. The earlier indication is difficulty of finding the firefly that showed the difficulties of finding the water spring. The bigger environmental problem is presented by the case of forest conversion into luxurious residential that triggered societys resistance to the authority and businessman who do not defect to the enironment. Lemah Tanjung novel stands for the environment, but not in optimistic.
- Gunawan Wiradharma
- Afdol Tharik W S
Abstrak. Beberapa lirik lagu dangdut menggunakan metafora dalam mengungkapkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana metafora dalam lirik lagu dangdut mengungkapkan realitas sosial. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data lagu yang digunakan terdapat sepuluh lirik lagu dangdut pada tahun 2003—2015. Teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Analisis Makna Metafora (Knowles dan Moon, 2006) dan teori Metafora Konseptual (Lakoff dan Johnson, 1980) yang saling melengkapi. Kajian Semantik Kognitif (Evans dan Green, 2006) digunakan untuk mengungkapkan makna metafora dengan tidak memisahkan pengetahuan linguistis dan ensiklopedis. Hasil penelitian ini mengungkapkan angka, kata dan frasa metaforis yang terjadi pengalihan konsep dari makna literal ke makna metaforis karena adanya persamaan konsep, proses, keadaan, sifat, bentuk, jumlah, rasa, karakter, fungsi dari sesuatu benda atau hal yang dialihkan. Realitas sosial yang diungkapkan dalam lirik lagu dangdut meliputi perilaku dan keadaan seseorang, ilustrasi pornografi, ungkapan terhadap perilaku positif dan negatif seseorang. Klasifikasi metafora yang terdapat dalam lirik lagu dangdut, yaitu metafora ontologis dan struktural. Asal ranah sumber metafora berasal dari angka, barang, buah, hewan, indra, keadaan, makanan, tempat, tindakan, dan waktu. Relasi antara ranah sumber dengan ranah sasaran berupa perbandingan kata yang mempunyai kesamaan konsep sehingga terjadi perubahan makna dan pengalihan konsep. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat metafora kreatif sebagai ungkapan yang belum terdapat dalam kamus, seperti keong racun, buaya buntung, serta 69 yang secara metaforis mengandung makna pornografi. Kata Kunci: Metafora, Semantik kognitif, Dangdut.
Linguistics Perspective on Literature
- M C Haley
Haley, M. C. (1980). Linguistics Perspective on Literature. London: Routledge & Kegan Paul.
Teori Semantik. Terjemahan: Abdul Wahab
- Ruth M Kempson
Kempson, Ruth M. (1995). Teori Semantik. Terjemahan: Abdul Wahab. Surabaya: Airlangga University Press.
Penerjemahan Bentuk Metafora Gramatikal sebagai Indikator Kesulitan Penerjemahan Teks Sains dan
- H Patrianto
Patrianto, H. (2016). Penerjemahan Bentuk Metafora Gramatikal sebagai Indikator Kesulitan Penerjemahan Teks Sains dan Humaniora. Kandai, 12(2), 167-186. https: //ojs.badan bahasa.kemdikbud. go.id/jurnal/index.php/kandai/arti cle/view/79
Metafora dalam Puisi Antikorupsi Karya Penyair Indonesia
- C Ulya
- W Eko
- N Mujiyanto
Ulya, C., Eko W., N., & Mujiyanto, Y. (2016). Metafora dalam Puisi Antikorupsi Karya Penyair Indonesia. Atavisme, 19(2), 206-219. https://doi.org/10.24257/atavism e.v19i2.246.206-219
Jenis dan Fungsi Metafora dalam Novel Anak Bajang Mengiring Angin Karya Sindhunata: Sebuah Analisis Dekonstruksi Paul De Man
- S Utorowati
- Sukristanto
Utorowati, S., & Sukristanto. (2016). Jenis dan Fungsi Metafora dalam Novel Anak Bajang Mengiring Angin Karya Sindhunata: Sebuah Analisis Dekonstruksi Paul De Man. Jurnal Metafora 2(2). 1-17. http:// jurnalnasional.ump.ac.id/index.php /METAFORA/article/view/1097
Source: https://www.researchgate.net/publication/342596063_Gaya_Bahasa_Berbentuk_Metafora_Konseptual_dalam_Novel_Garis_Waktu_Karya_Fiersa_Besari
Posted by: jewelljewellotingere0277873.blogspot.com